Perpisahan dengan Bulan Ramadhan dan Dalilnya

by

helmy

Tidak terasa sudah sebulan kita menjalani ibadah di bulan Ramadhan. Dan saatnya kita berpisah dengan bulan yang penuh barokah, bulan yang penuh rahmat dan ampunan Allah, serta bulan di mana banyak yang dibebaskan dari siksa neraka.

Perpisahan dengan Bulan Ramadhan

Begitu Banyak Pengampunan Dosa di Bulan yang Mulia Saudaraku, jika kita betul-betul merenungkan, Allah begitu sayang kepada orang-orang yang gemar melakukan ketaatan di bulan Ramadhan.

Cobalah kita perhatikan dengan seksama, betapa banyak amalan yang di dalamnya terdapat pengampunan dosa. Maka sungguh sangat merugi jika seseorang meninggalkan amalan-amalan tersebut. Dia sungguh telah luput dari ampunan Allah yang begitu luas.


Cobalah kita lihat pada amalan puasa yang telah kita jalani selama sebulan penuh, di dalamnya terdapat ampunan dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu akan diampuni.”

Pengampunan dosa di sini bisa diperoleh jika seseorang menjaga  diri  dari  batasan-batasan  Allah  dan  hal-hal  yang  semestinya dijaga.

Begitu pula pada amalan shalat tarawih, di dalamnya juga terdapat pengampunan  dosa.  Rasulullah  shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  bersabda, 
“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”

Barangsiapa yang menghidupkan lailatul qadar dengan amalan shalat, juga akan mendapatkan pengampunan dosa sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”

Amalan-amalan tadi akan menghapuskan dosa dengan syarat seseorang melakukan amalan tersebut karena

(1) iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan

(2) mencari pahala di sisi Allah, bukan karena riya’ (cari pujian) atau alasan lainnya.

Adapun pengampunan dosa pada lailatul qadar adalah apabila seseorang mendapatkan malam tersebut, sedangkan pengampunan dosa pada puasa Ramadhan dan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) adalah apabila bulan Ramadhan telah sempurna (29 atau 30 hari).

Dengan sempurnanya bulan Ramadhan, seseorang akan mendapatkan pengampunan dosa yang telah 

lalu dari amalan puasa dan amalan shalat malam yang ia lakukan.

Selain melalui amalan puasa, shalat malam di bulan Ramadhan dan shalat di malam yang mulia (lailatul qadar), juga terdapat amalan untuk mendapatkan  ampunan  Allah  yaitu  melalui  istighfar.

Memohon  ampun seperti ini adalah di antara bentuk do’a. Dan do’a orang yang berpuasa adalah do’a yang mustajab (terkabulkan), apalagi ketika berbuka. Qotadah mengatakan, “Siapa saja yang tidak diampuni di bulan Ramadhan, maka sungguh di hari lain ia pun akan sulit diampuni.”

Begitu  pula  pengeluaran  zakat  fithri  di  penghujung  Ramadhan,  itu juga adalah sebab mendapatkan ampunan Allah. Karena zakat fithri akan menutupi  kesalahan  berupa  kata-kata  kotor  dan  sia-sia.

Ulama-ulama terdahulu  mengatakan  bahwa  zakat  fithri  adalah  bagaikan  sujud  sahwi (sujud yang dilakukan ketika lupa, -pen) dalam shalat, yaitu untuk menutupi kekurangan yang ada.

Jadi dapat kita saksikan, begitu banyak amalan di bulan Ramadhan yang terdapat pengampunan dosa, bahkan itu ada sampai penutup bulan Ramadhan.

Sampai-sampai Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Tatkala semakin banyak pengampunan dosa di bulan Ramadhan, maka siapa saja yang tidak mendapati pengampunan tersebut, sungguh dia telah terhalangi dari kebaikan yang banyak.”

Bagaimana Seharusnya Keadaan Seseorang di Hari ‘Idul Fithri?

Setelah kita mengetahui beberapa amalan di bulan Ramadhan yang bisa menghapuskan dosa-dosa, maka seseorang di hari raya Idul Fithri, ketika dia kembali berbuka (tidak berpuasa lagi) seharusnya dalam keadaan bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya bersih dari dosa.

Lihatlah perkataan Az Zuhri berikut, “Ketika hari raya Idul Fithri, banyak manusia yang akan keluar menuju lapangan tempat pelaksanaan shalat  ‘ied,  Allah  pun  akan  menyaksikan  mereka.  Allah  pun  akan mengatakan,  “Wahai  hambaku,  puasa  kalian  adalah  untuk-Ku,  shalat-shalat kalian di bulan Ramadhan adalah untuk-Ku, kembalilah kalian dalam keadaan mendapatkan ampunan-Ku.”

Ulama salaf lainnya mengatakan kepada sebagian saudaranya ketika melaksanakan shalat ‘ied di tanah lapang, “Hari ini suatu kaum telah kembali dalam keadaan sebagaimana ibu mereka melahirkan mereka.”

Dikatakan demikian karena sungguh amat banyak pengampunan dosa di bulan penuh kemuliaan, bulan Ramadhan.

Khawatir Amalan Tidak Diterima?

Para ulama salaf terdahulu begitu semangat untuk menyempurnakan amalan mereka, kemudian mereka berharap-harap agar amalan tersebut diterima oleh Allah dan khawatir jika tertolak. Merekalah yang disebutkan dalam firman Allah,

ؤْ جِلَ ٌ وَالَِّينَ يُتوُنَ مَا آتوَْا وَقلُُوبُُمْ وَ

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut.” (QS. Al Mu’minun: 60)

‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Mereka para salaf begitu berharap agar amalan-amalan mereka diterima daripada banyak beramal. “

Bukankah engkau mendengar firman Allah Ta’ala,

 الْ إِنمََّا يتََقَبَّلُ اللَُّ مِنَمُتَّقِيَ

“Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Ma-idah: 27)”

Dari  Fadholah  bin  ‘Ubaid,  beliau  mengatakan,  “Seandainya  aku mengetahui  bahwa  Allah  menerima  dariku  satu  amalan  kebaikanku sekecil biji saja, maka itu lebih kusukai daripada dunia dan seisinya, karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),

“Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Ma-idah: 27)”

Malik  bin  Diinar  mengatakan,  “Tidak  diterimanya  amalan  lebih kukhawatirkan daripada banyak beramal.”

Abdul  Aziz  bin  Abi  Rowwad  berkata,  “Saya  menemukan  para salaf  begitu  semangat  untuk  melakukan  amalan  shalih.  Apabila  telah melakukannya, mereka merasa khawatir apakah amalan mereka diterima ataukah tidak.”
Sebagian  ulama  sampai-sampai  mengatakan,  “Para  salaf  biasa memohon kepada Allah selama enam bulan agar dapat berjumpa dengan bulan  Ramadhan.  Kemudian  enam  bulan  sisanya,  mereka  memohon kepada Allah agar amalan mereka diterima.”

Lihat pula perkataan ‘Umar bin ‘Abdul Aziz berikut tatkala beliau berkhutbah pada hari raya Idul Fithri, “Wahai sekalian manusia, kalian telah berpuasa selama 30 hari. Kalian pun telah melaksanakan shalat tarawih setiap malamnya.

Kalian pun keluar dan memohon pada Allah agar amalan kalian diterima. Namun sebagian salaf malah bersedih ketika hari raya Idul Fithri. Dikatakan  kepada mereka, “Sesungguhnya hari ini 

adalah  hari  penuh  kebahagiaan.”  Mereka  malah  mengatakan,  “Kalian benar. Akan tetapi aku adalah seorang hamba. Aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk beramal, namun aku tidak mengetahui apakah amalan tersebut diterima ataukah tidak.”

Itulah kekhawatiran para salaf. Mereka begitu khawatir kalau-kalau amalannya tidak diterima. Namun berbeda dengan kita yang amalannya begitu sedikit dan sangat jauh dari amalan para salaf. Kita begitu “pede” dan yakin dengan diterimanya amalan kita.

Sungguh, teramatlah jauh antara kita dengan mereka. Bagaimana Mungkin Mendapatkan Pengampunan di Bulan Ramadhan?


Setelah  kita  melihat  bahwa  di  bulan  Ramadhan  ini  penuh  dengan pengampunan dosa dari Allah Ta’ala. Banyak yang menyangka bahwa dirinya telah kembali suci seperti bayi yang baru lahir selepas bulan Ramadhan, padahal kesehariannya di bulan Ramadhan tidak lepas dari melakukan dosa-dosa besar.

Sebagaimana yang telah kami jelaskan bahwa dosa-dosa kecil bisa terhapus dengan amalan puasa, shalat malam dan menghidupkan malam lailatul qadar. Namun ingatlah bahwa pengampunan tersebut bisa diperoleh bila  seseorang  menjauhi  dosa-dosa  besar.

Lalu  bagaimanakah  dengan kebiasaan sebagian kaum muslimin yang berpuasa namun menganggap remeh shalat lima waktu, bahkan seringkali meninggalkannya ketika dia berpuasa padahal meninggalkannya termasuk dosa besar?!


Sebagian kaum muslimin begitu semangat memperhatikan amalan puasa, namun begitu lalai dari amalan shalat lima waktu. Padahal telah dijelaskan  sebelumnya  bahwa  orang  yang  berpuasa  namun  enggan menunaikan shalat, puasanya tidaklah bernilai apa-apa. Bahkan puasanya menjadi tidak sah disebabkan meninggalkan shalat lima waktu
Lalu seperti inikah Idul Fithri dikatakan sebagai hari kemenangan sedangkan hak Allah tidak dipedulikan?

Seperti inikah Idul Fithri disebut hari yang suci sedangkan ketika berpuasa dikotori dengan durhaka kepada-Nya?

Kepada Allah-lah tempat kami mengadu, semoga Allah senantiasa memberi taufik. Ingatlah, meninggalkan shalat lima waktu bukanlah dosa biasa, namun dosa yang teramat bahaya.

Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, “Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras.

Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”

Itulah  kenyataan  yang  dialami  oleh  orang  yang  berpuasa.  Kadang puasa yang dilakukan tidak mendapatkan ganjaran apa-apa atau ganjaran yang  kurang  dikarenakan  ketika  puasa  malah  diisi  dengan  berbuat maksiat kepada Allah, bahkan diisi dengan melakukan dosa besar yaitu meninggalkan shalat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.”

Jika  demikian,  di  manakah  hari  kemenangan  yang  selalu  dibesar-besarkan ketika Idul Fithri?

Di manakah hari yang dikatakan telah suci lahir  dan  batin  sedangkan  hak  Allah  diinjak-injak?  Lalu  apa  gunanya maaf  memaafkan  terhadap  sesama  begitu  digembar-gemborkan  di  hari ied sedangkan permintaan maaf kepada Rabb atas dosa yang dilakukan disepelekan?


Takbir di Penghujung Ramadhan

Karena  begitu  banyak  pengampunan  dosa  di  bulan  Ramadhan,  kita diperintahkan  oleh  Allah  di  akhir  bulan  untuk  bertakbir  dalam  rangka bersyukur kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

لتُِكْمِلُوا الْ لّكَُمْ تشَْ وَعِدَّة َوَلتُِكَبُِّوا اللََّ عَلَ مَا هَدَاكُمْ وَلعََكُرُونَ

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakwa  pada  Allah  atas  petunjuk-Nya  yang  diberikan  kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)
Syukur di sini dilakukan untuk mensyukuri nikmat Allah berupa taufik  untuk  melakukan  puasa,  kemudahan  untuk  melakukannya, mendapat pembebasan dari siksa neraka dan ampunan yang diperoleh ketika melakukannya.

Atas nikmat inilah, seseorang diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah, bersyukur kepada-Nya dan bertakwa kepada-Nya dengan sebenar-benarnya takwa.

Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa sebenar-benarnya takwa adalah mentaati Allah tanpa bermaksiat kepada-Nya, mengingat Allah tanpa lalai dari-Nya dan bersyukur atas nikmat-nikmat Allah, tanpa mengkufuri nikmat tersebut.

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd. Di penghujung bulan  Ramadhan  ini,  hanyalah  ampunan  dan  pembebasan  dari  siksa neraka yang kami harap-harap dari Allah yang Maha Pengampun.

Kami pun  berharap  semoga  Allah  menerima  amalan  kita  semua  di  bulan Ramadhan, walaupun kami rasa amalan kami begitu sedikit dan begitu banyak kekurangan di dalamnya. 

Related Post